by M Rizal Fadillah
Pada sebuah konferensi pers, Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa selain sejumlah pihak sipil yang telah dimintai keterangan, termasuk para tersangka, ada 11 anggota kepolisian yang juga menjalani pemeriksaan. Jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi 30 anggota. Langkah ini tentunya mendapat apresiasi dan masyarakat menantikan perkembangan lebih lanjut dari proses pemeriksaan ini.
30 anggota Kepolisian yang diperiksa tersebut terdiri dari unsur Polsek Mampang, Polres Jakarta Selatan, maupun Polda Metro Jaya. Meski hingga kini pihak Kepolisian membantah keterlibatan, namun masyarakat berdasarkan gambaran peristiwa yang terjadi meyakini akan keterlibatan, pengetahuan atau sekurangnya pembiaran terhadap terjadinya aksi penyerbuan gerombolan preman.
Pakar Hukum Pidana DR M Taufik, SH MH mengingatkan tiga tugas Polisi yaitu melindungi masyarakat, mencegah kejahatan dan melakukan penindakan, hal ini tidak dijalankan dengan baik dalam peristiwa penyerbuan Hotel Kemang. Pada tahap penindakan saat ini tentu Polisi dituntut obyektif dalam pemeriksaan termasuk terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian sendiri.
Kapolres Jakarta Selatan dalam keterangan pers bersama Polda Metro selalu menekankan bahwa kegiatan diskusi dilakukan tanpa pemberitahuan, hal yang sudah dibantah oleh pimpinan PHRI, seolah-olah hal ini menjadi sebab benarnya tindakan pembubaran. Pembubaran oleh kelompok preman dari sisi manapun tidak dibenarkan. Apakah Polres Jakarta Selatan memang pihak yang menggunakan tangan kelompok preman untuk melakukan pembubaran ?
Dua momen penting telah terekam dan tersiarkan yaitu pertama pasca penyerbuan di pintu keluar gerbang hotel, Korlap aksi penyerangan sepertinya FEK, sibuk bergerak untuk “cium tangan”, “salam salaman” dan “peluk-pelukan” dengan aparat Kepolisian. Kedua, ada pertemuan disalah satu ruang hotel yang difasilitasi Kepolisian, gambaran dari ketidaksabaran kelompok gerombolan yang ingin untuk segera bergerak. Masih coba untuk ditenangkan oleh Kepolisian Sektor Mampang.
Selalu disebut kelompok depan yang berdemo dengan kelompok belakang yang menyerang itu berbeda, mungkin benar memang arti “beda kelompok” akan tetapi apakah memang tidak ada keterkaitan antara kedua kelompok itu ? Ini harus dibuktikan. Meskipun hal ini tidak terlalu penting. Yang penting adalah tidak terantisipasinya kelompok belakang yang jumlahnya banyak dan bisa masuk dari gerbang “pintu keluar” hotel, bukan “pintu masuk”. Mobil yang keluar dari “pintu keluar” ini harus melakukan pembayaran. Dan ada pos penjagaan disana. Sedemikian mudah lolos ?
Yang lebih penting lagi adalah kelompok penyerang ini “dikenal” sekurangnya oleh aparat Polsek Mampang, sebab ada ruang di dalam hotel dimana kedua pihak berkomunikasi. Perwakilan gerombolan difasilitasi masuk dan berada di dalam lebih awal termasuk FEK yang tidak bermasker. Anggota kelompok yang bicara sambil memvideo dan bermasker, dibuka paksa maskernya oleh pihak Polsek Mampang.
Ketua FTA Tata Kesantra sebelum ada penyerbuan juga berkomunikasi dengan aparat Kepolisian yang ia duga itu “Kanit”. Artinya Polisi ada di area. Yang hebatnya saat penyerbuaan seolah-olah semua hilang. Ibu-ibu di dalam teriak “mana polisi..mana polisi”.
Semua memang tidak jelas dan harus diperjelas, oleh karenanya pemeriksaan 30 anggota Kepolisian oleh Polda Metro Jaya menjadi penting. Tentu bukan untuk menyamakan suara, tetapi mencari kebenaran obyektif atas peristiwa yang memalukan bangsa Indonesia di mata dunia.
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Penegakan Hukum sedang dalam pertaruhan.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Red/S : JabarSatu
Posting Komentar
0Komentar